Pada minggu ke-13 Sinau Bareng Tetanen (Niteni Tandur Nganti Panen) Ademos dengan Gapoktan Dolokgede Makmur kembali melakukan Sekolah Lapang (SL) pengamatan tanaman padi di petak percontohan (demplot) yang terletak di Desa Dolokgede, senin (07/03/2016). <!–more-baca selanjutnya->
Pengamatan ke-7, di hari ke-49 hst (hari setelah tanam) ini terdapat beberapa penemuan baru. Diantaranya, pada padi perlakuan organik, jumlah anakan, tinggi tanaman dan jumlah daun mengalami kenaikan rata-rata 17,4. Anakan bertambah banyak disebabkan karena sudah dilakukan tahap pemupukan yang mengandung N (Nitrogen). Sedangkan tingkat serangga hama mengalami penurunan dari minggu lalu sebesar 3,1 menjadi 0,11.
Parmin, selaku fasilitator 1 Sinau Bareng Tetanen menjelaskan pertumbuhan anakan padi kurang begitu banyak, karena pemberian pupuk unsur N (Nitrogen) sangat terlambat atau dilakukan tidak pada waktu idealnya, yaitu saat usia 20 hst.
“Pemupukan N ini sangat terlambat, seandainya pemupukan N ini dilakukan pada 20 hari setelah tanam maka anakannya bertambah banyak dan akan lebih subur dari pada sekarang,” ujarnya.
Unsur N (Nitrogen), lanjut Parmin, adalah unsur yang dapat mempercepat pertumbuhan, mengurangi kerdil, dan mengurangi kesuburan. Namun selain begitu banyaknya manfaat yang dimiliki, unsur N juga mempunyai kelemahan yaitu mudah hilang, menguap, dan terkena erosi tanah.
Melengkapi penjelasan Parmin, Fatkhur, fasilitator 2 Sinau Tetanen mengatakan tindak lanjut untuk kedepannya adalah tanaman padi tersebut diberi pupuk dengan dengan unsur yang mengandung Festilizer, guna memikat unsur N (Nitrogen). Pemupukan dilakukan secara penyemprotan dengan POC cair.
“Tujuan pemupukan POC cair ini adalah supaya pemupukan dapat diserap langsung oleh daun melalui stomata daun, karena apabila pemupukan yang dilakukan menggunakan pupuk kompos maka hasilnya kurang maksimal karena padi sudah meteng (baca: beranak) sehingga tidak mungkin muncul anakan lagi,” jelasnya.
Mendapat penjelasan tersebut, Yoyok, salah satu peserta Sinau Tetaten bertanya terkait hal tersebut. “Mengapa harus pakai pupuk cair, tidak pakai pupuk padat saja?” tanyanya.
Menanggali hal tersebut fasolitator Fatkhur pun menjawab. “Saat padi sudah meteng (baca : mulai berbulir) dan akan terjadi penyerbukan alami, maka dilarang untuk berjalan di tengah sawah agar tidak mengganggu penyerbukan,” jelasnya.
Dalam kesempatan kali ini, Sinau Tetanen kedatangan mahasiswa pertanian salah satu Perguruan Tinggi di Jogja, Safius. Pemuda asal Desa Leran Kecamatan Kalitidu tersebut tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan pertanian yang didapat. “Sawur mupur amegah dapur, Nyawisi tirto nyawiji jotho. Memupuk untuk pembentukan anakan dan pemberian air untuk pengisian bulir padi,” ujarnya memberikan sebuah pantun tentang pertanian.
Oleh : A. Shodiqur R.