Lingkungan merupakan bagian tak terpisahkan bagi kehidupan, baik itu yang berkaitan dengan alam maupun yang bersifat sosial. Dari lingkungan, kita dapat bernafas. Kita makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan. Segala sesuatu yang ada di sekitar kita yang mempengaruhi perkembangan kehidupan baik langsung maupun tidak langsung adalah lingkungan, baik yang bersifat biotik maupun abiotik. Yang biotik itu seperti orang tua, saudara, teman sepermainan, tetangga, masyarakat dan juga semua jenis tumbuhan serta hewan-hewan yang ada di sekitarnya. Adapun udara, rumah, perabotan di dalamnya, gedung, kantor dan berbagai macam benda mati yang ada di sekitarnya merupakan lingkungan yang abiotik.
Itu semua adalah lingkungan dari sudut pandang alam. Sedangkan dari sudut pandang sosial, interaksi sesama manusia yang membentuk sistem pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian seseorang disebut sebagai sosial. Karena perhatian utama dari sosial adalah antar relasi manusia dengan manusia.
Persoalan-Persoalan Lingkungan di Bojonegoro
Kabupaten Bojonegoro punya persoalan sumber daya lingkungan hidup yang harus dihadapi dan segera dipecahkan. Permasalahan tersebut karena kondisi alam serta akibat dampak dari aktivitas masyarakat dan kegiatan pembangunan di Kabupaten Bojonegoro.
Eksploitasi alam, tabiat buruk masyarakat, bencana alam, kerusakan sungai, kurangnya ruang terbuka hijau, kerusakan hutan dan lahan, serta pemanasan global (global warming) yang disebabkan oleh gas methan (CH4), adalah permasalahan-permasalahan lingkungan yang dihadapi Bojonegoro.
Selain itu, adanya tambang minyak bumi dan gas alam (migas) di Bojonegoro memiliki kesan tersendiri untuk dinilai. Diakui atau tidak, eksplorasi dan eksploitasi migas yang dilakukan memiliki dampak terhadap kondisi lingkungan hidup. Dampak positifnya adalah semakin meningkatnya perekonomian di Bojonegoro dengan kemajuan signifikan dalam pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan yang menurut World Bank, Bojonegoro termasuk 10 (sepuluh) Kabupaten di Jawa Timur yang mampu akseleratif dalam pengurangi angka kemiskinan. Pertumbuhan ekonominya selalu berada di atas pertumbuhan Propinsi dan Nasional. Hal itu tentu saja karena adanya kenaikan APBD Bojonegoro yang peningkatannya didapat dengan telah di lakukannya eksplorasi dan eksploitasi migas di Bojonegoro. Perlu diakui, proyek migas sangat memberikan sumbangsih banyak untuk pemasukan daerah.
Eksploitasi migas di Bojonegoro tidak hanya menimbulkan dampak positif, tetapi juga berdampak negatif. Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan adalah masalah sosial yang apabila hal tersebut dibiarkan, maka akan mengakibatkan perubahan sistem dan lingkungan sosial. Artinya, nilai-nilai dalam masyarakat akan bergeser. Migas juga tekah mengurangi lahan pertanian seluas 422 – 700 hektare. Dengan berkurangnya lahan untuk bertani, diperkirakan petani yang menjadi pengangguran antara 1,755 – 2,909 orang, dan produksi padi yang hilang antara 2,439 – 4,044 tahun.
Terhadap alam pun dampaknya sangat terasa. Pasca dilakukannya industrialisasi migas di Bojonegoro, kondisi cuaca di Bojonegoro menjadi panas dan udara berpolusi yang diperparah dengan semakin minimya sumber air yang belum dapat ditanggulangi dengan baik. Penyebabnya adalah tidak adanya kawasan penyangga hijau yang dapat menjadi solusi bagi permasalah tersebut dan cenderung seperti memperumit masalah. Banyak daerah di sekitar tangkapan air, di kawasan upper watershed terjadi erosi, praktek pengolahan tanah yang menyalahi kaidah dan penggundulan hutan yang juga semakin memperburuk masalah lingkungan yang secara spesifik dihadapi oleh Bojonegro, yaitu bencana banjir saat musim hujan dan bencana kekeringan saat musim kemarau. Hal ini karena jenis tanah di Kabupaten Bojonegoro di dominasi oleh jenis tanah Alluvial yakni sebesar 46.357 Ha atau 20,09 % dan jenis tanah Grumusol yakni sebesar 88,944 Ha atau 38,55 % dari seluruh luasan wilayah Kabupaten Bojonegoro. Kedua jenis tanah ini berupa tanah liat yang memiliki sifat sulit untuk meresapkan air, sehingga apabila musim penghujan air hujan langsung mengalir ke Sungai Bengawan Solo dan hanya sedikit yang tertampung (baik di dalam tanah maupun di permukaan tanah). Hal ini mengakibatkan banjir saat musim penghujan terutama daerah-daerah yang berada di sepanjang Sungai Bengawan Solo. Kondisi seperti ini juga mengakibatkan air permukaan menjadi habis (kering) dan cadangan air dalam tanah sangat minim pada musim kemarau, sehingga menyebabkan bencana kekeringan pada saat musim kemarau.
Upaya-upaya Sederhana dalam Melestarikan Lingkungan Hidup
Apabila kita melihat uraian masalah di atas, sudah barang tentu kita akan berfikir bahwa langkah-langkah parsial tidak akan mampu memecahkan masalah yang tingkat kompleksitasnya sangat rumit. Perlu sebuah upaya universal yang terkonsep dengan baik dan didasari dengan pertimbangan-pertimbangan matang. Itu saja tidak cukup, karena pada tataran implementasi, konsep yang telah disepakatai tetap memerlukan dukungan berbagai pihak-lintas elemen, yang mana masing-masing tersebut berkontribusi sesuai dengan peran dan kemampuan yang dimiliki.
Sayangnya konsep tersebut belum juga mampu dirumuskan dengan baik. Karena dalam merumuskannya, banyak sekali tarik ulur kepentingan yang tak kunjung didapat titik temunya, sehingga mau tak mau langkah-langkah parsial yang sederhana perlu kiranya untuk dilakukan. Walaupun bila diukur secara dampak akan sangat kecil sekali kemungkinannya untuk mampu mengatasi dan menjadi solusi, namun kiranya langkah ini tetap perlu dilaksanakan mengingat apabila tak kunjung dilakukan sebuah upaya nyata, sama saja membiarkan masalah ini semakin keruh. Dan apabila ini terjadi, tentu sangat disayangkan sekali mengingat adanya potensi untuk menuju ke arah yang bersifat solutif.
Rasa kepedulian terhadap lingkungan sosial dan lingkungan alam sangat memungkinkan untuk dimiliki dan dilakukan oleh multi personal, baik itu tindakan-tidakan reflektif maupun tindakan yang telah direncakan sebelumnya (terstruktur). Tindakan-tindakan reflektif tersebut dapat berupa menggunakan bahan bakar minyak sebutuhnya, mengkonsumsi listrik hanya ketika benar-benar perlu, menjalin silaturahmi dengan anggota-anggota sosial, meluangkan waktu beberapa saat di warung kopi, bersikap ramah terhadap sesama, selalu bersikap positif dalam banyak hal, dll. Sedangkan, upaya-upaya terstruktur tersebut dapat berupa reboisasi, penanaman pohon, konservasi alam, memperindang jalan dan lahan publik, yang mana itu semua dilakukan secara gotong royong dan melibatkan banyak individu, sehingga perilaku-perilaku sosial yang mampu meberikan manfaat bagi banyak orang dan lestarinya alam akan terus menjadi bagian penting dan tidak hilang dari peradaban manusia.
Oleh Moh. Kundori