Ilustrasi: Tabloid Sinar Tani
Tenaga medis adalah sosok yang kerap disebut sebagai garda terdepan, meski belakangan juga banyak yang menyebut bahwa mereka justru pertahanan terakhir setelah upaya masyarakat menjaga kesehatan masing-masing. Namun selain narasi tenaga medis dan masyarakat, petani juga mendapat perhatian khusus dari Pemerintah kaitannya dengan peran mereka sebagai pemasok bahan pangan utama khususnya untuk komoditas pertanian. Merespon kebutuhan pokok masyarakat berupa pangan, sektor pertanian menjadi salah satu sektor pekerjaan yang tidak dapat dijalankan dengan sistem work from home atau kerja dari rumah. Petani tetap haru ke sawah untuk melakukan aktivitas pertanian mulai dari pembibitan, pemupukan, panen, dan lain sebagainya.
Di Indonesia sendiri, Pemerintah sudah memiliki inisiatif yang baik untuk menjaga pasokan produksi pangan. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Balai Penelitian Pertanian Rawa, Hendri Sosiawan, melalui Antaranews.com (1/4), proyek tanam dua kali setahun yang telah dicanangkan sejak awal tetap berusaha direalisasikan meski kondisi pandemi Covid-19. Hal ini didukung dengan memberikan isntruksi pada petani tentang cara menjaga diri di tengah mewabahnya covid-19 dengan rajin mencuci tangan, membagikan masker, serta beberapa paket disinfektan. Inisiatif untuk memberikan perhatian pada petani memang menjadi kajian di berbagai negara. Laura Tully, Koordinator Pusat Keperawatan dan Kesehatan Athlone Institute of Technology (AIT), Irlandia, misalnya, memiliki ketertarikan untuk mengembangkan konsultasi kesehatan untuk memastikan kesehatan petani tidak hanya fisik namun juga mental (Allen, 2020).
Namun masalah lain sebagaimana yang dihadapi oleh pekerja di berbagai sektor, petani juga menjadi salah satu sektor pekerjaan yang membutuhkan kepastian pasokan alat dan bahan pertanian seperti pupuk, disinfektan, bibit dan lain-lain. Ketua Umum Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) APJI Sholahudin kepada Bisnis, Senin (13/4/2020) menuturkan bahwa salah satu hal yang penting yang juga dibutuhkan petani di masa pandemi adalah jaminan serapan pasar dan kepastian produk yang dijual sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Kebutuhan akan jeminan ini dapat dimaklumi menyusul karantina di beberapa wilayah yang menyebabkan proses pengangkutan logistik sering terkendala. Mitigasi bencana di sektor pertanian, menurut FAO, juga perlu dipikirkan dengan matang mengingat potensi krisis pangan global akibat perdagangan yang terganggu. FAO melalui fitur tanya jawab dalam situs resmi fao.org, mengulas berbagai hal terkait dampak covid-19 terhadap sektor agrikultur. Konteks ini salah satunya belajar dari kasus wabah ebola di Sierra Leone, Afrika Barat, yang mengalami krisis pangan dan berakibat pada kelaparan serta malnutrisi. Petani sebagai garda depan dalam menjaga rantai pasokan pangan dalam hal ini juga perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah dan masyarakat; baik secara individu maupun kelompok. Meski pandemi memberikan banyak dampak negatif, namun perlu disadari pula bahwa ini bisa menjadi momentum bagi petani untuk mulai mencoba menggunakan infrastruktur digital untuk menunjang proses jual-beli. Kang Sandi, seorang yang dinobatkan sebagai Duta Petani Milenial oleh Kementerian Pertanian sudah cukup lama menginisiasi proses penjualan hasil pertanian melalui WhatsApp dengan memberdayakan beberapa petani (DetikFinance, 26/3/2020). Dengan demikian, distribusi hasil pertanian sebagai stok pangan bagi masyarakat akan tetap terjaga dalam situasi pandemi, karena petani dapat memasarkan produknya dengan menyasar langsung konsumen yang membutuhkan.