Tak dapat dipungkiri bahwa pandemi sangat berdampak terhadap sektor-sektor elemen dasar masyarakat, terutama sektor ekonomi. Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang selama ini diterapkan dalam penanggulangan Covid-19 seperti pisau bermata dua, jika tidak segera diberlakukan pelonggaran maka perekonomian akan terus merosot, jika dilakukan, maka penyebaran Covid-19 semakin meningkat. Sepertinya hal tersebutlah yang menjadi landasan tercetusnya istilah new normal atau normal baru, yaitu mendorong seseorang untuk menerima kejadian yang sebelumnya tidak biasa, kini menjadi hal biasa.
Banyak masyarakat yang mengartikan new normal adalah kembali ke-kebiasaan lama, yakni kehidupan berlangsung seperti saat sebelum adanya virus Covid-19. Hal ini diakibatkan dari kurangnya sosialisasi terhadap istilah new normal itu sendiri, sehingga informasi yang diterima masyarakat menjadi salah kaprah, banyak dari mereka menganggap bahwa dengan ditetapkannya kenormalan baru maka keadaan akan pulih seperti biasa. Namun hal tersebut membuat lengah dan berdampak pada kewaspadaan masyarakat, sehingga masyarakat merasa aman dari bahaya Covid-19. Masyarakat yang mulai bepergian, mengunjungi sanak saudara di kota lain, liburan ketempat wisata tanpa mengindahkan protokol kesehatan terhadap penanggulangan bahaya Covid-19.
Dikutip dari bojonegorokab.go.id, menurut Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro, Sutikno, Ada enam syarat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang harus benar-benar terpenuhi sebelum Kabupaten Bojonegoro menerapkan New Normal. Pertama, harus memiliki bukti bahwa penularan Covid-19 sudah bisa dikendalikan. Kedua, sistem kesehatan yang ada sudah mampu melakukan identifikasi, isolasi, pengujian, pelacakan kontak, hingga melakukan karantina orang yang terinfeksi. Sistem kesehatan ini mencakup rumah sakit hingga peralatan medis. Ketiga, resiko wabah virus corona (Covid-19) harus ditekan untuk wilayah atau tempat dengan kerentanan yang tinggi. Keempat, penetapan langkah-langkah pencegahan di lingkungan kerja. Meliputi, penerapan jaga jarak fisik, ketersediaan fasilitas cuci tangan, dan penerapan etika pernapasan seperti penggunaan masker. Kelima, resiko terhadap kasus dari pembawa virus yang masuk ke harus bisa dikendalikan. Kemudian kriteria keenam, masyarakat harus diberikan kesempatan untuk memberi masukan, berpendapat dan dilibatkan dalam proses masa transisi menuju new normal.
Pemerintah mencoba menyelamatkan ekonomi dengan cara pelonggaran PSBB dan bersiap pada new normal, dengan kata lain tanggung jawab pandemi bergeser dari tangan pemerintah ke tanggung jawab pribadi. Berdasarkan data Worldometers (19/7/2020), angka kasus Indonesia yang tercatat 84.882. Indonesia melaporkan tambahan 1.639 kasus baru sehingga total menjadi 86.521. Indonesia berada di posisi 25 dunia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum masuk dalam keadaan yang aman dan Covid-19 masih mengintai.
Sosialisasi menuju new normal harus dilakukan secara terstuktur, sistematis, dan masif, sehingga penyebaran virus Covid-19 bisa ditekan dan tidak menimbulkan ledakan jumlah terinfeksi covid pada gelombang kedua, yakni setelah diberlakukan new normal. Jangan sampai pemerintah, khususnya Kabupaten Bojonegoro latah dalam penerapan new normal, mengingat Bojonegoro hingga hari ini (19/7/2020) termasuk dari 6 kabupaten yang masih masuk zona merah di Provinsi Jawa Timur.
Dikutip dari republika.co.id, dalam berbagai kesempatan Presiden joko widodo meminta masyarakat tetap melakukan hal-hal yang produktif selama masa new normal jangan sampai kebablasan. Protokol kesehatan tetap harus dijalankan seperti menjaga jarak, memakai masker jika bepergian dan selalu mencuci tangan. Disiplin merupakan langkah paling aman dalam melawan pandemi. Masyarakat diharapkan berpartisipasi aktif dalam menekan penularan Covid-19, dengan mengikuti anjuran pemerintah dan tetap jaga jarak, pembatasan sosial bukan berarti menjadikan kita anti sosial namun, tetap saling membantu sesama dan saling bersinergi antara pemerintah dan masyarakat. (Uma)