Buku yang berada di tangan Anda ini adalah buku kedua yang diterbitkan Ademos –bersama Konsorsium PDTC – yang didukung oleh SIAP SIAGA1 . Sebelumnya, yaitu pada tahun 2021, Ademos telah meluncurkan buku yang berjudul ‘Memperkuat Benteng Terakhir’. Bedanya, jika pada buku sebelumnya anggota Konsorsium Penguatan Desa Tanggap Covid-19 terdiri dari 4 organisasi, yaitu: Asosiasi untuk Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Ademos), Atmawidya Alterasi Indonesia (AAI/Alterasi Indonesia), Association of Resiliency Movement (ARM), dan Yayasan Donders, untuk yang kali ini Yayasan Donders diganti oleh Yayasan Investasi Sosial Indonesia (YISI).
Pergantian tersebut semata karena lokasi proyek yang juga berubah dari sebelumnya. Proyek yang pertama berlokasi di Sumba Barat Daya (SBD) dan Bojonegoro, sedangkan tahun kedua berlokasi di Pasuruan dan Pacitan. 1 SIAP SIAGA adalah Program Kemitraan Pemerintah Australia dengan Pemerintah Indonesia untuk Kesiapsiagaan Bencana viii Menyemai Ketangguhan Desa.
Kita tahu, dampak pandemi tidak hanya membuat ratusan ribu orang meninggal dunia, melainkan juga berdampak pada bertambahnya jumlah masyarakat miskin dan perubahan[1]perubahan fundamental sosial ekonomi di masyarakat. Di dua kabupaten yang menjadi lokasi proyek PDTC, yaitu Pasuruan dan Pacitan, perubahan tersebut sangat dirasakan masyarakat. Bayangkan, di Kabupaten Pasuruan pandemi berdampak pada terjadinya 7.000 pemutusan hubungan kerja karyawan pabrik. Sedangkan di Kabupaten Pacitan ratusan pekerja bangungan tidak mendapat order kerja karena mobilitas masyarakat yang sangat dibatasi untuk mencegah penyebarluasan virus. Dalam situasi demikian, pemerintah tentu saja tidak tinggal diam. Ragam upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah desa dalam menanggulangi dampak pandemi. Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Desa yang bertugas melakukan dekontaminasi, tracing, dan kubur cepat, selain mendorong percepatan vaksinasi. Di Kabupaten Pasuruan, Pemda Kabupaten Pasuruan membuat Program Keluarga Berdaya Lawan Covid-19 (Kebal Covid-19). Program ini merupakan strategi kebijakan untuk mengantisipasi dampak lanjutan ekonomi pasca penanganan Covid-19 di Kabupaten Pasuruan dalam rangka memasuki era “New Normal” yang berbasis pada keluarga. Pemda juga telah membentuk Satgas Covid di tingkat desa.
Upaya-upaya tersebut patut kita apresiasi bersama, meskipun masih terdapat beberapa masalah fundamental yang mengikutinya. Misalnya permasalahan data. Ketika Konsorsium ix Pengantar coba mengidentifikasi warga masyarakat desa yang sudah mendapatkan vaksinasi dan yang belum, pemerintah desa tidak memiliki data tersebut. Demikian juga ketika menelusuri warga masyarakat yang mendapatkan program bantuan dari pemerintah, ditemukan warga masyarakat yang seharusnya masuk kriteria bantuan, namun faktanya tidak mendapatkan program bantuan dari pemerintah.
Dalam konteks yang lebih luas lagi, yaitu dalam hal kesiapsiagaan bencana, pandemi ternyata juga belum menjadi momentum untuk melakukan transformasi secara komprehensif sehingga masyarakat memiliki kepekaan tentang kebencanaan yang lebih kuat. Artinya, pendekatan emergency respon masih menjadi pendekatan dominan dalam merespon situasi kebencanaan dan potensi kebencanaan yang akan terjadi.
Karena itulah kami memandang penting hadirnya buku ini. Kerja-kerja yang telah kami lakukan selama kurang lebih sembilan bulan kami angkat ke dalam buku lesson learned ini. Harapannya, kehadiran buku ini dapat memicu proses akselerasi membangun kesiapsiagaan desa dalam mengurangi dan menanggulangi risiko bencana berbasis potensi dan kapasitas yang dimiliki desa.
Buku ini terdiri dari 5 bab. Bab 1 adalah prolog. Pada bagian prolog ini isinya tentang konteks dan relevansi proyek, refleksi atas situasi pandemi dan kritik atas penerapan new normal, serta gagasan yang diusung Konsorsium PDTC. Bab 2 berisi tentang pentingnya mendorong kesiapsiagaan yang lebih luas, tuntas, dan mendalam. Di kelima desa yang menjadi lokasi proyek, x Menyemai Ketangguhan Desa PDTC telah membentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana (FBRB) Desa. Dengan adanya FPRB desa diharapkan terjadi proses akselerasi meningkatnya kesadaran serta kapasitas di masyarakat, juga semakin baiknya rajutan koordinasi dan kebersamaan berbagai pihak dalam pengurangan risiko bencana.
Catatan refleksi yang disampaikan pada bab 2 adalah, salah satu ancaman bencana yang dihadapi oleh umat manusia di masa yang akan datang tidaklah semata bencana alam, melainkan juga bencana non-alam, yang dampaknya tidak kalah dahsyat jika dibandingkan dengan bencana alam. Karena itu pandemi yang terjadi kali ini mestinya menyadarkan kita semua untuk mulai mendefinisikan kembali ruang lingkup kesiapsiagaan bencana yang sesuai dengan kebutuhan dan tantangan masyarakat dalam menghadapi risiko bencana, terutama bagi kelompok masyarakat rentan. Berbagai kebutuhan untuk melakukan penyesuaian tata kelola kebencanaan dan tata kehidupan pun perlu segera dirumuskan bersama.
Pada bab 3, disampaikan catatan reflektif PDTC, khususnya di bidang kesehatan. Layanan kesehatan yang dikembangkan pemerintah dengan berbasis teknologi di satu sisi memang menjanjikan banyak hal positif. Namun, di sisi lain penggunaan teknologi digital juga memunculkan persoalan baru yang semakin mempertajam pembelahan dalam masyarakat, yaitu antara kelas digital migrant dan digital natives, dan antara masyarakat yang tinggal di perkotaan dan masyarakat di perdesaan.
Dalam rangka membangun kesiapsiagaan terhadap bencana pembenahan layanan kesehatan secara teknis bisa dimulai xi Pengantar dengan merevitalisasi peran bidan desa, posyandu lansia dan posyandu anak, serta polindes yang telah ada. Sumber daya dan institusi yang ada tersebut bisa didesain ulang agar lebih adaptif untuk situasi kedaruratan atau bencana. Dengan demikian, sumber daya dan institusi yang ada bisa menjadi bagian desain kesiapsiagaan dan terkoneksi dengan FPRB yang ada di desa dalam kerangka mewujudkan desa tangguh bencana.
Membangun ketangguhan ekonomi merupakan isi dari bab 4 buku ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa pandemi membuat jumlah angka kemiskinan di Indonesia semakin bertambah dan pertumbuhan ekonomi melambat, bahkan sampai minus. Merujuk pada pendekatan penghidupan berkelanjutan (Sustainable Livelihood Approach), yang dimaksud dengan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) adalah praktik penghidupan yang mampu mengatasi dan memulihkan diri dari tekanan atau guncangan, serta menjamin kemampuan dan aset-aset yang dikuasainya, pada masa kini dan masa yang akan datang. Melalui proyek ini kelompok rentan diperkuat kapasitas soft skill-nya agar mereka mampu membangun jaringan dan solidaritas ketika situasi bencana terjadi.
Bagian akhir, yaitu Epilog di bab 5, dipaparkan empat pembelajaran penting sebagai refleksi atas kerja yang dilakukan selama 9 bulan. 1) tentang pentingnya ketersediaan data terpilih dan terpilah; 2) tentang literasi kesiapsiagaan bencana; 3) tentang inovasi layanan kesehatan; dan 4) tentang penguatan ekonomi produktif. Buku ini tidak bisa hadir di hadapan Saudara jika dalam xii Menyemai Ketangguhan Desa melakukan aktivitas di tingkat tapak Konsorsium PDTC tidak mendapatkan dukungan dan bantuan dari masyarakat dan pemerintahan desa di lokasi proyek. Ucapan terima kasih tak terhingga kami sampaikan kepada kepala desa dan masyarakat di Desa Bakalan dan Karangjati Kabupaten Pasuruan, serta kepala desa dan masyarakat di Desa Widoro, Nanggungan, dan Semanten Kabupaten Pacitan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua tim SIAP SIAGA; Ibu Denika, Pak Dwi Jatmiko, Mbak Hasrina, Mbak Weni, Mbak Ancila, Mas Suud, Mas Pras, dan semua staf SIAP SIAGA yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Tanpa dukungan dan kesabaran dari beliau semua, buku ini pasti tidak akan terwujud. Terakhir, apresiasi tim penulis buku kepada teman-teman staf lembaga anggota Konsorsium PDTC. Tanpa teman-teman yang bekerja keras, mustahil buku ini bisa menyajikan cerita lesson learned, yang semoga berkontribusi dalam memperbaiki manajemen kebencanaan di Indonesia. Selamat membaca