Oleh : Tim Ademos
Ademos Indonesia – Selalu lebih mudah melihat hal yang negatif daripada positif, begitu pula saat kita ada pada masa pandemi seperti sekarang ini. Tentu saja melihat hal negatif tidak melulu buruk karena kritisme-kritisme yang berguna selalu diawali dengan melihat kekurangan. Tapi terjebak pada melihat hal negatif secara berlebihan hanya akan melahirkan pesimisme akut. Melihat hal positif secara berlebihan pun tidak baik, tindakan seperti itu hanya akan melahirkan optimisme naif saja. Sikap yang dibutuhkan sekarang ini adalah memandang hal-hal yang terjadi pada masa pandemi sekarang ini secara berimbang.
Dengan pandangan yang berimbang maka kita dapat melihat bahwa diantara banyaknya hal negatif yang terjadi sekarang ini, muncul dorongan dari dalam masyarakat untuk saling membantu. Istilahnya rakyat bantu rakyat. Peristiwa tersebut membawa kita teringat pada salah satu konsep ilmu sosial yang selama ini terpinggirkan, altruisme. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Robertus Robet (2013), adalah sosiolog Amerika kelahiran Rusia, Pitirim Sorokin, yang secara luas menggemakan pentingnya mempelajari gejala positif dalam tindakan manusia, terutama mengenai altruisme. Sorokin (1950:87) mengemukakan bahwa:
“A scientific study of positive types of social phenomena is a necessary antidote to that of negative types of our cultural, social and personal world. The moral effect alone fully justifies a further investigation of persons and groups of good will and good deeds.”
Dengan penegasan itu, Sorokin yang pada masa itu mulai memiliki pengaruh kuat dalam pengajaran sosiologi di Amerika, mempelopori pandangan yang mendorong ilmu sosial humaniora untuk mulai mempelajari dimensi-dimensi kebaikan dalam realitas manusia sebagai subject matter -nya. Sorokin menamai hal itu dengan istilah amitology. Dalam karyanya yang terbit pasca Perang Dunia II, Sorokin (1948:60) mendefinisikan altruisme sebagai:
“The action that produces and maintains the physical and/or psychological good of others. It is formed by love and empathy, and in its extreme form may require the free sacrifice of self for another.”
Peristiwa-peristiwa seperti penggalangan dana untuk membeli Alat Pelindung Diri (APD) bagi para petugas medis, pembagian hand sanitizer dan masker bagi masyarakat yang karena pekerjaanya harus tetap beraktivitas di luar rumah serta beberapa peristiwa lainnya juga menujukan bahwa selain altruisme, solidaritas sosial juga bangkit. Solidaritas sosial secara singkat didefinisikan sebagai suatu keadaan antar individu dan atau kelompok yang didasarkan perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.
Seorang sosiolog Prancis, Emile Durkheim, membagi dua tipe solidaritas menjadi mekanis dan organis. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat ini terjadi karena mereka terlibat aktivitas dan juga tipe pekerjaan yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama justru karena adanya perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memilki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Berbagai peristiwa yang sudah disebutkan sebelumnya lebih cocok digolongkan sebagai solidaritas organis.
Menurut Robertus Robet (2013) altruisme bisa dijadikan dasar agar soildaritas sosial menjadi lebih kuat. Menurutnya betapapun hebatnya rasionalitas ekonomi dan politik dalam mempertahankan self-interest sebagai dasar antropologisnya, kenyataan bahwa manusia adalah makhluk sosial tidak pernah tergantikan. Dan hari-hari ini kita saksikan altruisme serta solidaritas sosial di Indonesia mulai naik ke permukaan.
Bacaan lebih lanjut
Robet, Robertus. 2013. Altruisme, Solidaritas, dan Kebijakan Sosial. Jurnal Sosiologi MASYARAKAT, Vol. 18, No. 1, Januari 2013: 1-18.
Sorokin, Pitirim. 1948. The Reconstruction of Humanity. Boston: Beacon Press.
Sorokin, Pitirim. 1950. Altrusitic Love: A study of American “Good Neighbors and Christian Saints. Boston: Beacon Press.