Oleh : Tim Ademos
Ademos Indonesia – Melonjaknya kasus terkait Covid-19 yang merupakan salah satu jenis virus Corona di Indonesia pada akhirnya mengharuskan Presiden Joko Widodo mengeluarkan imbauan agar orang-orang mulai bekerja dari rumah atau work from home (WFH),sebagai salah satu upaya untuk melakukan pembatasan interaksi sosial atau social distancing. Apa sebenarnya social distancing itu? Secara sederhana, social distancing merupakan proses menjaga jarak antara satu orang dengan orang yang lain. Judy Moskowitz, Profesor Ilmu Sosial Kedokteran Universitas Northwestern juga menyebut social distancing sebagai bentuk diet interaksi sosial. Dalam kaitannya dengan penanganan terhadap virus corona, Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito melalui Kompas.com, —seperti halnya pakar dan sumber-sumber lain, turut mengungkapkan bahwa social distancing diperlukan agar masyarakat dapat mengurangi percepatan persebaran Covid-19. Apa kira-kira implikasi dari diterapkannya imbauan social distancing?
Nicholas Christakis, seorang ilmuwan sosial sekaligus dokter di Universitas Yale menyebutkan, pandemi tidak saja menguji ketahanan manusia secara fisik, namun juga secara sosial. Hal ini disebabkan oleh tuntutan agar setiap orang bertindak kooperatif untuk dapat mengurangi laju penyebaran virus, salah satunya dengan tetap menjaga rambu-rambu social distancing. Hal ini tentu tidak mudah, mengingat secara struktural maupun kultural, kita terbiasa bekerja secara kolektif, melakukan pertemuan-pertemuan, dan secara intens berkomunikasi dengan jarak dekat. Keadaan ini berimplikasi pada banyak hal: produktifitas, laju perekonomian, kesehatan mental, dan beberapa hal lainnya. Beberapa hal tersebut di antaranya sebagai berikut:
Pertama, berubahnya pola kerja pada pekerja sektor informal seperti driver transportasi online. Berdasar laporan dari Akurat.co (19/03), kebijakan WFH untuk mengurangi interaksi sosial, terpaksa harus menutup beberapa instansi seperti sekolah, perguruan tinggi, perusahaan, dan sektor lain. Hal tersebut rupanya secara signifikan mengurangi pesanan untuk mengantar pelanggan yang biasanya pergi bekerja maupun bersekolah. Meskipun di lain sisi, driver transportasi online juga mendapat keuntungan dari vitur pengantaran barang dan makanan akibat orang-orang membatasi untuk pergi sendiri keluar rumah.
Kedua, di sektor kesehatan, terjadi penurunan stok darah di beberapa daerah salah satunya Surabaya. Melansir situs Tribunnews.com (19/03), disebutkan bahwa stok darah menurun sekitar 60% sejak penerapan social distancing. Menanggapi hal tersebut, PMI Surabaya menempuh upaya penambah jam kerja hingga tiga shift. Harapannya, stok darah terpenuhi, dan masyarakat tidak perlu datang secara berbondong-bondong karena jam kerja telah ditambahkan. Berbeda dengan PMI Surabaya, PMI Makasar mengambil kebijakan relawan ‘on call’. Kebijakan ini dilakukan dengan mendata sekitar 800 pendonor yang siap donor apabila terjadi penurunan pendonor sukarela akibat social distancing.
Ketiga, dampak secara mental. Mengingat social distancing bukan bentuk rutinitas bagi masyarakat, sangat memungkinkan berpengaruh terhadap kesehatan mental. Terutama bagi mereka yang terbiasa bekerja dan berkoordinasi secara langsung, harus mengubah cara kerja secara signifikan. Juga bagi mereka yang terbiasa berkumpul bersama teman-teman, dan harus mengurung diri di rumah, menjauh dari kerumunan. Substance Abuse and Mental Health Services Administration (SAMHSA), bagian dari Departemen Kesehatan dan Pelayanan Publik Amerika Serikat menerbitkan panduan-panduan yang dapat diambil agar kita terhindar dari stress akibat social distancing, salah satunya dengan tetap menjaga komunikasi dengan rekan kerja, teman, atau orang-orang yang biasa berkomunikasi dengan kita melalui panggilan video maupun aplikasi lain yang mendukung. Hal ini dapat dilakukan selain bekerja dari rumah, maupun anjuran membaca buku dan menonton film.
Tiga hal di atas merupakan sedikit contoh implikasi penerapan social distancing, dan ketiganya masih belum menyentuh aspek-aspek yang berkaitan dengan kegiatan perekonomian di desa. Harus diakui, social distancing memang cenderung berpijak pada interaksi sosial masyarakat kota yang sangat intens sehingga penting untuk dibatasi. Dengan demikan, perlu terus menunggu jika ingin melihat kebijakan seperti apa yang akan diterapkan pada perekonomian masyarakat desa berkaitan dengan social distancing. Bagian terpentingnya adalah, tetap jaga jarak. Lindungi diri kita dan orang-orang di sekitar kita.