Oleh A Shodiqurrosyad
Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum negara-bangsa ini terbentuk. Struktur sosial sejenis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Undang-undang yang mengatur khusus mengatur tentang desa kini telah ada. Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Tujuan ditetapkannya pengaturan desa dalam UU ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
- memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
- melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat desa;
- mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama;
- membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
- meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
- meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat desa guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
- memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
- memperkuat masyarakat desa sebagai subjek
Konsideran UU tersebut menegaskan latar belakang dibuatnya UU Desa dengan kalimat “…dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera”.
Desa yang telah berkembang perlu perlindungan dan pemberdayaan sehingga menjadi:
- desa kuat;
- desa maju;
- desa mandiri; dan
- desa
Implikasi dari terbentuknya desa dengan sifat yang demikian, diharap dapat menjadi landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Kesan kuat yang dapat terlihat dari pertimbangan dalam pembentukan UU Desa adalah keinginan pemerintah untuk membentuk kelembagaan desa yang lebih maju, salah satunya dalam aspek ekonomi.
UU Desa dalam rangka pembangunan aspek ekonomi desa tersebut mengatur adanya badan usaha yang dimiliki desa. Meski substansi mengenai badan usaha milik desa (BUMDes) bukanlah hal yang baru dalam peraturan tentang pemerintahan desa, namun pada aspek kemandirian, UU Desa memberi penekanan lebih. Kemandirian yang dimaksud yaitu suatu proses yang dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri.
Pengalaman pemerintahan desa memberi pelajaran bagi pengelolaan hubungan desa, satu pendekatan baru yang diharapkan mampu menstimuli dan menggerakan roda perekonomian di pedesaan. Stimuli yang dimaksud adalah melalui pendirian kelembagaan ekonomi yang dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa. Lembaga ekonomi ini tidak lagi didirikan atas dasar instruksi pemerintah. Tetapi harus didasarkan pada keinginan masyarakat desa yang berangkat dari adanya potensi yang jika dikelola dengan tepat akan menimbulkan permintaan di pasar. Agar keberadaan lembaga ekonomi ini tidak dikuasai oleh kelompok tertentu yang memiliki modal besar di pedesaan. Maka kepemilikan lembaga itu oleh desa dan dikontrol bersama di mana tujuan utamanya untuk meningkatkan standar hidup ekonomi masyarakat.
Pendirian lembaga ini antara lain dimaksudkan untuk mengurangi peran para tengkulak yang seringkali menyebabkan meningkatnya biaya transaksi (transaction cost) antara harga produk dari produsen kepada konsumen akhir. Melalui lembaga ini diharapkan setiap produsen di pedesaan dapat menikmati selisih harga jual produk dengan biaya produksi yang layak dan konsumen tidak harus menanggung harga pembelian yang mahal. Membantu kebutuhan dana masyarakat yang bersifat konsumtif dan produktif. Menjadi distributor utama untuk memenuhi kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako). Disamping itu, berfungsi menumbuh suburkan kegiatan pelaku ekonomi di pedesaan.
Definisi yang disematkan pada BUMDes dalam UU Desa yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar- besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Kalimat “untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat” adalah tujuan akhir didirikannya BUMDes. Tujuan ini tentu melekat pada semua pemerintah desa, karenanya pengetahuan yang baik akan BUMDes tentu menjadi hal yang dibutuhkan. Keinginan untuk membentuk BUMDes tanpa modal pemahaman yang baik akan pembentukan dan pengelolaannya, justru dapat menjadikan desa lebih jauh dari kata “sejahtera”. Sebab, kekayaan desa yang dijadikan modal BUMDes bisa saja tidak berkembang hingga mengalami kerugian.
Oleh karena itu, gambaran mengenai pembentukan dan pengelolaan BUMDes yang terarah dapat dijadikan pedoman akan membantu pemerintah desa dalam mengelola BUMDes hingga berbuah keuntungan. Mengapa BUMDes penting bagi desa, dan bagaimanakah pedoman pembentukan dan pengelolaan BUMDes yang benar menurut peraturan perundang-undangan, khususnya UU Nomor 6 Tahun 2014?
Pentingnya BUMDes bagi Desa
Jika dibuat perbandingan antara ketentuan BUMDes dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 dapat diketahui ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 lebih elaboratif. UU Nomor 32 Tahun 2004 mengatur hanya dalam satu pasal yaitu Pasal 213, bahwa (1) desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa; (2) badan usaha milik desa berpedoman pada peraturan perundang- undangan; dan (3) badan usaha milik desa dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang-undangan. Penjelasan Pasal 213 ini bahwa Badan Usaha Milik Desa adalah badan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Adapun UU Nomor 6 Tahun 2014 mengatur lebih terperinci. UU Desa ini mengatur tentang BUMDes pada Bab X kedalam tiga pasal:
- Pasal 87 ayat (1) Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa; ayat (2) BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan; (3) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pasal 88 ayat (1) Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa ayat (2) Pendirian BUM Desa (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa. Pasal 89 hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk:
- pengembangan usaha; dan
- pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
- Pasal 90, Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUM Desa dengan:
- memberikan hibah dan/atau akses permodalan;
- melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan
- memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di desa.
Beranjak dari ketentuan tersebut, sejatinya logika pendirian BUMDes didasarkan pada kebutuhan dan potensi desa, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkenaan dengan perencanaan dan pendiriannya, BUMDes dibangun atas prakarsa (inisiasi) masyarakat, serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, transparansi, emansipatif, akuntabel, dan sustainable dengan mekanisme berbasis anggota dan pengusahaan mandiri. Dari semua itu yang terpenting adalah bahwa pengelolaan BUMDes harus dilakukan secara profesional dan mandiri.
BUMDes merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). BUMDes sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Tujuan pendirian BUMDes antara lain dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADes).
Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar. Dalam menjalankan usahanya prinsip efisiensi dan efektifitas harus selalu ditekankan. BUMDes sebagai badan hukum, dibentuk berdasarkan tata perundang-undangan yang berlaku, ketentuan tersebut bersifat umum, sedangkan pembangunannya disesuaikan dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. Dengan demikian, bentuk BUMDes dapat beragam di setiap desa di Indonesia. Ragam bentuk ini sesuai dengan karakteristik lokal, potensi, dan sumberdaya yang dimiliki masing-masing desa. Tujuan akhirnya, BUMDes sebagai instrumen modal sosial yang diharapkan menjadi jembatan yang menghubungkan desa dengan lingkup perekonomian diluarnya sehingga menjadi penguat ekonomi di pedesaan. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan langkah strategis dan taktis guna mengintegrasikan potensi, kebutuhan pasar, dan penyusunan desain lembaga tersebut ke dalam suatu perencanaan. Disamping itu, perlu memperhatikan potensi lokalistik serta dukungan kebijakan (good will) dari pemerintahan di atasnya untuk mengeliminir rendahnya surplus kegiatan ekonomi desa disebabkan kemungkinan tidak berkembangnya sektor ekonomi di wilayah pedesaan. Sehingga integrasi sistem dan struktur pertanian dalam arti luas, usaha perdagangan, dan jasa yang terpadu akan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam tata kelola lembaga.
Pendirian badan usaha harus disertai dengan upaya penguatan kapasitas dan didukung oleh kebijakan daerah (kabupaten/kota) yang memfasilitasi dan melindungi usaha ini dari ancaman persaingan para pemodal besar. Mengingat badan usaha ini merupakan lembaga ekonomi baru yang beroperasi di pedesaan dan masih membutuhkan landasan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang. Pembangun landasan bagi pendirian BUMDes adalah Pemerintah. BUMDes dalam operasionalisasinya idealnya juga ditopang oleh lembaga moneter desa (unit pembiayaan) sebagai unit yang melakukan transaksi keuangan berupa kredit maupun simpanan. Jika kelembagaan ekonomi kuat dan ditopang kebijakan yang memadai, maka pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan pemerataan distribusi aset kepada rakyat secara luas akan mampu menanggulangi berbagai permasalahan ekonomi di pedesaan.
Oleh karena itu, meski setiap Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), namun penting disadari bahwa BUMDes didirikan atas prakarsa masyarakat dan didasarkan pada potensi yang dapat dikembangkan dengan menggunakan sumberdaya lokal dan terdapat permintaan pasar. Dengan kata lain, pendirian BUMDes bukan merupakan paket instruksional yang datang dari Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten. Jika yang berlaku demikian dikhawatirkan BUMDes akan berjalan tidak sebagaimana yang diamanatkan di dalam undang-undang. Tugas dan peran pemerintah adalah melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat desa melalui pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten tentang arti penting BUMDes bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui pemerintah desa masyarakat dimotivasi, disadarkan dan dipersiapkan untuk membangun kehidupannya sendiri. Pemerintah memfasilitasi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan dan pemenuhan lainnya yang dapat memperlancar pendirian BUMDes.
Selanjutnya, mekanisme operasionalisasi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat desa. Untuk itu, masyarakat desa perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat menerima gagasan baru tentang lembaga ekonomi yang memiliki dua fungsi yakni bersifat sosial dan komersial. Dengan tetap berpegang teguh pada karakteristik desa dan nilai-nilai yang hidup dan dihormati. Maka persiapan yang dipandang paling tepat adalah berpusat pada sosialisasi, pendidikan, dan pelatihan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan standar hidup masyarakat desa (pemerintah desa, BPD, tokoh masyarakat/ketua suku, ketua-ketua kelembagaan di pedesaan).
Melalui cara demikian diharapkan keberadaan BUMDes mampu mendorong dinamisasi kehidupan ekonomi di pedesaan. Peran pemerintah desa adalah membangun relasi dengan masyarakat untuk mewujudkan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), sebagai bagian dari upaya pengembangan komunitas (development based community) desa yang lebih berdaya.
Catatan: Artikel ini disadur dari Ridlwan, Zulkarnain, Urgensi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Dalam Pembangun Perekonomian Desa, Juli-September 2014, Jurnal Ilmu Hukum, Fiat Justisia, Volume 8 No. 3, sebagai referensi utama